header-int

Khutbah Idul Fitri Gus Isroqunnajah: Menjaga Hati, Lisan, dan Jiwa Berbagi Pasca Ramadan 1446H

Rabu, 07 Mei 2025, 21:45:47 WIB - 3 View
Share

Al Hikam (AMC.) - Suasana penuh haru dan khusyuk menyelimuti halaman Masjid Al-Ghozali pada pagi Idul Fitri 1446 H. Setelah sebulan penuh umat Islam menunaikan puasa Ramadan, gema takbir yang bergema sejak malam sebelumnya mengiringi langkah para jamaah untuk merayakan kemenangan. Di tengah ribuan jamaah yang memadati lapangan, Gus Isroqunnajah unnajah.

Dalam khutbahnya, beliau mengangkat tema besar tentang bagaimana menjaga konsistensi amal setelah Ramadan berlalu. Menurutnya, Idul Fitri bukanlah akhir dari perjuangan spiritual, melainkan momentum untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah diraih selama Ramadan. Beliau menyentil kebiasaan banyak orang yang setelah Ramadan kembali melonggarkan ibadah, padahal saat Ramadan kita sudah terlatih untuk bangun lebih awal, memperbanyak doa, membaca Al-Qur’an, dan berinfak. Menurutnya, Ramadan seharusnya menjadi titik balik perubahan, bukan hanya rutinitas tahunan.

Khutbah Gus Isroqunnajah unnajah di pagi Idul Fitri ini bukan sekadar formalitas ibadah. Ia menjadi pengingat yang dalam, bahwa kemenangan sejati bukan hanya diukur dari meriahnya baju baru atau makanan yang tersaji, tapi dari keberhasilan kita menjaga semangat Ramadan dalam 11 bulan ke depan. Dalam bagian pertama khutbahnya,

Gus Isroqunnajah  mengajak jamaah untuk melihat kembali keseimbangan antara jasmani dan rohani. Ia menyoroti bagaimana kita sering memanjakan tubuh: makan yang enak, tidur nyenyak, liburan yang mewah. Padahal, katanya, “umur jasmani kita terbatas, tapi ruhani kita akan terus hidup setelah kematian.” Lalu, beliau menekankan pentingnya membaca dan mendekatkan diri pada Al-Qur’an, yang selama Ramadan terasa sangat intens. “Jangan sampai mushaf kembali disimpan di lemari dan baru dibuka tahun depan,” pesannya.

Beliau menyampaikan bahwa Al-Qur’an merindukan mereka yang istiqamah membacanya, memahaminya, dan mengamalkannya. Gus Isroqunnajah  kemudian menyebut empat golongan yang dirindukan oleh surga, sebagaimana disampaikan dalam sabda Nabi Muhammad SAW: Pembaca Al-Qur’an Penjaga lisan Pemberi makan kepada yang lapar (dermawan) Orang-orang yang berpuasa Bagian ini disampaikan dengan sangat menyentuh dan membumi.

Beliau mengaitkannya dengan fenomena Ramadan yang penuh semangat berbagi. Setiap rumah sibuk menyiapkan takjil, setiap masjid ramai dengan sedekah makanan. Namun pertanyaannya, “Haruskah orang lapar menunggu Ramadan berikutnya baru bisa makan gratis?” sindirnya lembut, mengajak jamaah untuk mempertahankan semangat memberi bahkan di luar bulan suci. Soal penjagaan lisan, Gus Isroqunnajah  memberikan pengingat keras namun dibalut dengan bahasa ringan. “Bisa jadi yang membatalkan puasa bukan makan atau minum, tapi komentar pedas kita di media sosial,” ujarnya disambut senyum para jamaah.

Menurutnya, zaman ini yang aktif bukan hanya mulut, tapi juga jari-jari yang mengetik. Maka menjaga lisan hari ini juga berarti bijak dalam menggunakan gadget. Khutbah juga menyentuh soal puasa Syawal, yaitu puasa enam hari di bulan setelah Ramadan. Gus Isroqunnajah  mengajak semua jamaah untuk memanfaatkan peluang ini. “Kalau kita sudah bisa puasa sebulan penuh, masa enam hari saja nggak bisa?” candanya. Namun beliau juga mengingatkan secara syariat bahwa bagi ibu-ibu atau remaja yang punya utang puasa Ramadan karena uzur, wajib menunaikan yang fardhu dulu sebelum yang sunnah.


Penulis: Muh. Noaf Afgani

AL-HIKAM Pondok Pesantren Al-Hikam resmi berdiri pada 17 Ramadan 1413 bertepatan dengan 21 Maret 1992. Sebagai pelopor pesantren khusus mahasiswa, lembaga pendidikan Islam ini memiliki tujuan memadukan dimensi positif perguruan tinggi yang menekankan pada ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dimensi positif pesantren yang akan menjadi tempat penempaan kepribadian dan moral yang benar.
© 2016 - 2025 Pesantren Al-Hikam Malang Follow Pesantren Al-Hikam Malang : Facebook Twitter Linked Youtube