header-int

Khutbah Jumat: Istiqamah, Kunci Hidup yang Teguh di Tengah Godaan Zaman

Sabtu, 24 Mei 2025, 12:57:49 WIB - 41 View
Share

Malang (9/5/25) – Suasana Masjid Al-Ghozali pagi itu terasa lebih tenang dari biasanya. Jamaah duduk khusyuk menyimak khutbah Jumat yang disampaikan oleh Ustadz Syafril, salah satu pengajar di lingkungan Pesantren Mahasiswa Al-Hikam. Dalam khutbahnya yang bertema tentang istiqamah, beliau mengajak seluruh jamaah untuk merenung: sudahkah keimanan yang kita miliki benar-benar terjaga dan terus meningkat? Khutbah dibuka dengan ajakan untuk kembali mengevaluasi diri, merenungkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita setelah melewati hari-hari yang penuh ujian dan rutinitas. “Sudahkah iman kita tumbuh? Sudahkah ketakwaan kita meningkat? Ataukah malah semakin pudar tanpa kita sadari?” tanya beliau dengan nada lembut namun menggelitik kesadaran. Tema utama khutbah kali ini adalah istiqamah—sebuah kata yang sering kita dengar, tetapi tidak mudah dijalankan.

Ustadz Syafril mengutip hadits masyhur ketika sahabat Sufyan bin Abdullah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang nasihat singkat dalam Islam yang bisa menjadi pegangan hidup. Rasulullah menjawab dengan jelas: "Katakanlah, 'Aku beriman kepada Allah', lalu istiqamahlah." Dari satu kalimat itu, Ustadz Syafril mengajak jamaah memahami bahwa istiqamah bukan hanya soal niat baik, tapi tentang konsistensi menjalani kebaikan dalam situasi apa pun. Dalam penjelasan Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari, dijelaskan bahwa istiqamah adalah bentuk keteguhan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik dalam perbuatan, lisan, maupun hati.

Lebih lanjut, beliau memaparkan lima bentuk istiqamah dalam kehidupan sehari-hari: Istiqamah lisan, dengan memperbanyak dzikir dan menjaga ucapan dari kata-kata yang menyakitkan atau tidak berguna. Istiqamah diri, yaitu senantiasa taat kepada Allah dan merasa malu jika meninggalkan kebaikan. Istiqamah hati, dengan terus menumbuhkan rasa takut kepada murka Allah dan harapan akan rahmat-Nya. Istiqamah ruh, yaitu selalu mencari kebenaran dan menjaga kebersihan jiwa dari sifat buruk. Istiqamah batin (sir), yakni komitmen dalam hati yang paling dalam untuk mengagungkan Allah dan setia pada ajaran-Nya. Dengan cara penyampaian yang ringan dan menyentuh, Ustadz Syafril menyebut bahwa orang yang istiqamah itu seperti gunung yang tak mudah goyah diterpa panas atau beku karena dingin, tidak hanyut oleh arus, tidak roboh oleh badai.

Artinya, orang yang istiqamah tetap berdiri tegak dalam menghadapi cobaan hidup, godaan dunia, atau tekanan lingkungan. Beliau juga mengingatkan jamaah bahwa godaan dalam hidup itu tidak pernah habis: mulai dari urusan rezeki, jabatan, waktu, hingga keikhlasan. Tapi jika kita memiliki landasan iman yang kuat dan komitmen untuk tetap di jalan yang lurus, maka setiap tantangan bisa dilewati dengan tenang. “Kadang kita bersemangat saat awal, tapi lemah di tengah jalan. Itu karena kita hanya mengandalkan emosi, bukan kesadaran spiritual yang kuat,” ungkapnya.

Oleh karena itu, istiqamah menuntut kita untuk melatih diri setiap hari, bukan hanya saat semangat saja. Khutbah juga menyinggung teladan dari tokoh-tokoh yang konsisten menjaga komitmen keimanan, salah satunya adalah Nabi Ibrahim AS yang dengan sabar mendidik anaknya, Ismail, dalam ketaatan. Bahkan keluarga Ibrahim seperti Siti Hajar dan Sarah pun menjadi contoh ketaatan yang luar biasa dalam menjalankan perintah Allah, tanpa banyak protes, meski penuh pengorbanan. Tak hanya dari zaman para nabi, Ustadz Syafril juga mengangkat sosok K.H. Hasyim Muzadi, pendiri Pesantren Mahasiswa Al-Hikam. Menurut beliau, KH. Hasyim adalah contoh nyata orang yang istiqamah dengan teguh dalam memegang prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah, tidak mudah terpancing emosi, dan selalu mengedepankan dialog serta kesejukan. Jejak perjuangan beliau masih bisa dirasakan hingga kini, lewat pesantren dan masjid yang terus hidup dan berkembang. Sebagai penutup, Ustadz Syafril menyampaikan doa agar kita semua diberikan kekuatan dan keikhlasan dalam menjaga istiqamah.

AL-HIKAM Pondok Pesantren Al-Hikam resmi berdiri pada 17 Ramadan 1413 bertepatan dengan 21 Maret 1992. Sebagai pelopor pesantren khusus mahasiswa, lembaga pendidikan Islam ini memiliki tujuan memadukan dimensi positif perguruan tinggi yang menekankan pada ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dimensi positif pesantren yang akan menjadi tempat penempaan kepribadian dan moral yang benar.
© 2016 - 2025 Pesantren Al-Hikam Malang Follow Pesantren Al-Hikam Malang : Facebook Twitter Linked Youtube