Ramadhan tiba, ramadhan tiba…..
Marhaban ya Ramadhan, marhaban ya Ramadhan…..
Awal bulan April tahun ini menjadi bulan yang didamba-dambakan kehadirannya oleh ummat islam. Kenapa? Karena didalamnya bertahta bulan yang sangat mulia yaitu bulan ramadhan yang sekaligus menjadi rukun Islam yang keempat. Mengerjakan ibadah puasa hukumnya wajib bagi umat Islam yang mukallaf, yaitu yang sudah dewasa, sehat, dan tidak ada halangan untuk menjalankan ibadah tersebut. Telah termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 183 Terkait kewajiban mengerjakan puasa yang berbunyi sebagai berikut.
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagimu ibadah puasa, sebagaimana diwajibkan bagi orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa".
Tidak terbayang bulan ini bertebaran pahala yang berlipat ganda, tidur saja yang hukum asalnya mubah tapi dalam bulan ramadhan bernilai ibadah. Apalagi perkara wajib dan sunnah.
Nah disini kita akan mengulas sedikit terkait sunnah-sunnah di bulan ramadhan, mulai dari makan sahur, menyegerakan berbuka, memperbanyak sedekah, hingga menahan diri dari perbuatan yang tidak selaras dengan tujuan puasa.
Fungsi (puasa) bukan hanya sekadar upaya terlepas dari ketergantungan berlebihan pada hal-hal duniawi. Disebutkan fungsi lainnya mampu sebagai jalan belajar kesabaran, menghentikan kebiasaan yang tidak baik, dan menambah rasa solidaritas kepada yang tidak mampu. Puasa sendiri tidak hanya menahan lapar, minum, dan dari hal-hal yang membatalkan sejak terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari (waktu magrib). Dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali Juz I halaman 279, puasa dikategorikan ke dalam tiga tingkat. Puasa pertama, Puasa Awam (), yaitu menahan perut dan kemaluan dari keinginan/syahwat. Puasa kedua, Puasa Khawas (), yaitu menahan telinga, mata, lidah, tangan, kaki, juga seluruh anggota tubuh dari dosa. Puasa ketiga, Puasa Khawas al-Khawas () adalah puasa super high, yaitu menahan hati agar selalu fokus kepada Allah. Dalam kitab Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in oleh Syekh Nawawi al-Bantani, terdapat beberapa amalan sunnah selama Ramadhan yang bila dikerjakan dapat menyempurnakan ibadah puasa.
- Makan Sahur
Sahur dilakukan pada malam/dini hari. Memang, lebih afdhol seorang muslim mengakhirkan sahur. Namun, ia juga layak memilih waktu yang tepat atau bukan waktu yang diragukan sudah terbit fajar (waktu subuh) atau belum. Nabi Muhammad menganjurkan umat beliau untuk bersantap sahur. Rasulullah bersabda, "Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan." (H.R al-Bukhari).
- Menyegerakan Berbuka
Berkebalikan dengan sahur yang dikerjakan pada akhir waktu, berbuka justru sebaiknya disegerakan begitu tiba waktu magrib. Saat berbuka, Nabi Muhammad memakan kurma.,Jika tidak ada, maka air putih sudah cukup untuk melepaskan dahaga. Membaca Doa
Ketika Berbuka Terdapat ragam doa ketika menyantap makanan buka puasa yang sama-sama diriwayatkan dari ucapan Rasulullah. Dalam Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, versi panjang doa buka puasa yang dibaca setelah sedikit menyantap hidangan berbuka, adalah sebagai berikut.
Artinya, "Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, hanya kepada-Mu aku bertawakal. Sungguh, rasa haus sudah sirna, urat-urat sudah basah, dan balasan sudah tetap, insya Allah. Wahai Dzat yang maha luas karunia-Nya, ampunilah aku. Segala puji hanya milik Allah Dzat yang telah memberiku petunjuk, hingga aku kuat berpuasa. Lalu Dia memberiku rezeki, hingga aku bisa berbuka."
- Mandi Besar
Mandi besar dilakukan jika seseorang dalam keadaan junub, karena pada dasarnya tidak ada larangan suami-istri menyalurkan hasrat pada malam hari bulan Ramadan. Jika seseorang melakukan mandi wajib sebelum sahur, hal tersebut adalah langkah hati-hati sehingga ia benar-benar dalam keadaan suci saat ibadah puasa. Meskipun demikian, terdapat kelonggaran jika semisal, pasangan suami-istri tersebut khawatir akan air yang terlalu dingin yang dapat mengganggu kesehatan.
- Menahan Ucapan Sia-Sia
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi bersabda, "Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Puasa adalah dengan menahan diri dari kata-kata laghwu dan rafats ...”. Laghwu adalah perkataan yang tidak berfaedah, sedangkan rafats adalah perkataan jorok (cabul). Pada dasarnya, puasa adalah mengendalikan hawa nafsu. Memang ucapan laghwu dan rafats tidak membatalkan puasa, tetapi merusak pahala puasa.
- Menahan Diri dari Perbuatan yang Tidak Selaras dengan Tujuan Puasa
Seringkali dijumpai, setelah berpuasa sehari penuh, seseorang jadi berlebihan ketika menyantap hidangan buka. Mudah pula ditemui, seseorang yang berpuasa tetapi masih terlalu mencintai hal-hal duniawi. Di dalam Al-Qur'an banyak peringatan agar seseorang tetap mengendalikan diri, baik ketika berpuasa atau tidak, baik ketika senang ataupun sudah. Firman Allah, "Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan" (Surah Al A'raf: 31).
- Memperbanyak Sedekah
Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, "Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut," (H.R. Ahmad). Pentingnya bersedekah pada saat Ramadan bukan hanya karena pahala yang disediakan Allah, tetapi juga karena kita mencontoh perilaku Nabi Muhammad. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, apalagi saat Ramadan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam untuk membaca dan mempelajari al-Qur’an, "Ketika ditemui Jibril, Rasulullah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.”
- Iktikaf
Iktikaf di masjid biasanya dilakukan pada 10 malam terakhir bulan Ramadan sembari mengharap keutamaan Lailatul Qadar. Namun, pada saat kondisi pandemi virus corona seperti sekarang ini, iktikaf di masjid sebaiknya tidak dilakukan untuk kawasan zona merah.
- Khatam Al-Quran
Mengkhatamkan Al-Qur'an atau membaca Al-Qur'an hingga selesai dari juz pertama hingga juz 30, dapat dilakukan misalnya, sekali selama satu bulan Ramadan. Lebih baik lagi jika bisa berkali-kali.
- Istiqomah
Bulan Ramadan ibarat bulan latihan bagi seorang muslim untuk 11 bulan berikutnya. Setelah melakukan ibadah intensif selama 30 hari, diharapkan hal ini berlanjut dalam bulan-bulan selanjutnya, tidak terhenti pada Ramadhan saja. Dengan demikian, setiap Ramadan baru, ada peningkatan seseorang untuk makin dekat dengan Allah.